Aku Tahu Bahwa Tuhan yang Mentakdirkan, Tapi Penyakit Tak Akan Membuatku Menyerah Pada Keadaan
"Kamu tak akan tahu seberapa kuat dirimu, hingga suatu saat nanti menjadi kuat adalah satu-satunya pilihan yang kamu punya.”
Betapa kita layak bersyukur jika Tuhan senantiasa memberikan kesehatan. Dengan modal itu, kita bisa melakukan banyak hal sepanjang usia. Menikmati waktu bersama keluarga, berbagi bahagia dengan teman dan sahabat, menjalin hubungan cinta dengan kekasih, hingga mengejar apa yang jadi mimpi dan cita-cita diri.
Sayangnya, Tuhan kadang punya rencana berbeda bagi kita. Tak seperti orang lain yang kondisi fisik dan kesehatannya baik-baik saja, aku dan mungkin juga kamu merasakan hal yang berbeda. Ya, kita diberi sakit yang tak biasa, yang membuat kita seringkali ingin menyerah atau sekadar menyalahkan keadaan. Kita lupa bahwa Tuhan kadang mencintai manusia dengan cara yang berbeda-beda.
Aku berharap punya kehidupan yang bahagia serupa anak-anak lainnya. Sayangnya, Tuhan berkehendak lain dan aku hanya bisa menerima
Sedari awal, aku terlahir baik-baik saja. Tak pernah ada yang salah dengan fisikku. Aku merasa punya tubuh yang sehat, tak ada yang terasa janggal. Aku pun termasuk punya karakter yang ceria dan ramah. Banyak teman yang bahkan menyukai kepribadian dan karakterku yang periang.
Suatu ketika, kudapati tubuhku melemah tanpa bisa kutahu apa sebabnya. Jelas ini bukan sesuatu yang biasa menimpa diriku. Buru-buru kuberi tahu ayah dan ibu. Mereka pun mengantarku bertemu dokter yang pastinya bisa menerjemahkan rasa sakit yang kurasakan.
Sayangnya, dokter memberi kabar yang tak mengenakkan. Ayah dan ibu pun bisa membaca semburat kegelisahan di parasku dan menepuk-nepukkan tangannya berusaha menenangkan. Tak dapat kupungkiri, aku cemas luar biasa membayangkan betapa mengerikan jadi orang yang mengidap penyakit mengerikan.
“Aku pasrah pada kehendak Tuhan yang memberiku rasa sakit yang sebenarnya tak kuinginkan. Seandainya bisa, mungkin aku ingin ingin sekadar bertanya – mengapa Tuhan menunjukkan rasa cintanya dengan cara seperti ini.”
Di titik ini, aku bahkan tak punya bayangan tentang masa depan. Bisa bertemu hari esok saja bagiku sebuah kemewahan
Meski dokter mengatakan bahwa penyakitku bukanlah sesuatu yang parah dan mengharuskanku untuk opname atau operasi, semangatku sudah terlanjur hilang. Aku merasa jadi manusia yang paling lemah dan tidak berguna. Kondisi tubuh yang rapuh membuatku merasa dibatasi untuk melakukan apa-apa.
Seketika aku tak lagi punya bayangan tentang masa depan. Mau jadi apa aku nanti seusai lulus kuliah? Perusahaan mana yang mau menerima karyawan yang penyakitan dan ringkih? Pikirku, bakal sia-sia saja semua daya usahaku selama ini. Perkara melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi hingga perkara karir pun tak ada di kepalaku.
Kehidupan sehari-hariku pun terasa sangat terbatasi. Aku rindu berkumpul dengan kawan-kawan sepermainanku. Aku ingin kembali menikmati momen nongkrong di kafe, nonton bioskop, jalan-jalan ke mall dan meninggalkan kamar tidur yang hampir setiap hari aku akrabi.
“Banyak hal yang berubah, dan aku harus mulai menerima pun terbiasa. Aku tak lagi meremang dalam sedih atau kecewa. Yang terapal dalam kepala adalah bagaimana aku bisa menjalani hari esok dan seterusnya.”
Meski tubuhku digerogoti, aku peraya bahwa masih banyak yang bisa disyukuri. Aku punya keluarga dan sahabat yang selalu hadir di sisi
Mungkin aku hampir gila dengan ini semua, bahkan bisa jadi aku memilih mati dengan segera. Namun, di titik paling rapuh dalam hidupku, aku selalu bisa menemukan mereka. Ya, melihat keluarga dan sahabat-sahabat terdekat adalah kebahagiaan yang seperti bertransformasi jadi suntikan semangat.
“Apa aku pantas merutuki keadaan, atau bahkan menyalahkan Tuhan? Apa aku boleh menyerah ketika ada orang-orang terdekat yang begitu semangat memberiku dukungan? Tidakkah mereka akan kecewa jika diriku sendiri saja tak mau berusaha bahagia?”
Mereka yang memberiku kekuatan agar di tengah rasa sakit aku bisa menjalani kehidupan yang normal. Aku tahu, aku harus melanjutkan kuliahku. Memikirkan dimana kelak aku akan bekerja dan bagaimana suatu hari nanti aku membangun sebuah keluarga. Meski terkadang muncul rasa pesimis saat membayangkan masa depan, setidaknya aku harus lebih tegar demi keluarga dan sahabat-sahabatku.
Tubuhku boleh meregang kesakitan, tapi semangatku tak boleh dilemahkan. Aku tahu Tuhan yang mentakdirkan, tapi setidaknya aku tak mau menyerah pada keadaan
Usaha dan dukungan dari keluarga dan sahabat adalah mutiara yang tak ternilai. Berkat mereka, aku bisa menjalani hidup selayaknya orang-orang yang sehat dan punya fisik sempurna. Aku buktikan bahwa penyakit yang diderita tak bisa menghentikan langkahku atau bahkan melemahkanku.
Setiap harinya, aku berusaha memenuhi kepalaku dengan pikiran-pikiran yang positif. Aku yakin bahwa kemungkinan untuk hidup lebih lama itu selalu ada. Aku tak mau hanya memikirkan hari ini atau besok, tapi aku berani membayangkan lusa, bulan depan, atau bahkan tahun yang akan datang.
Seiring waktu yang berjalan, aku mengerti bahwa Tuhan bukannya membenci. Sakit yang ia berikan hanya wujud rasa cinta dan keinginannya melihatku terus memperbaiki diri. Aku pun semakin mengerti bahwa setiap detik dalam hidupku adalah waktu yang sangat berharga. Aku berjanji untuk berusaha sebaik-baiknya manusia sebelum kelak tiba hari akhirku di dunia.
“Setiap pagi saat membuka mata, rapalkan dalam kepala bahwa hidupmu memang terlalu berharga jika tak dijalani dengan bahagia.”
0 komentar:
Post a Comment